August 31, 2009

Burung abu abu kecil

Burung abu abu kecil itu masuk lewat jendela
Kuabaikan dia,
kubiarkan dia.
Aku pikir dia akan pergi.
Dia merintih,
aku kasihan.
Aku beri makan,
tapi tak peduli, dia mau tinggal atau pergi lagi.
Dia tinggal.

Waktu berlalu.
Aku mulai biasa ada dia,
aku mulai sayang dia.
Aku lihat bulunya abu abu.
Aku pikir dia lebih cantik berwarna merah.
Aku dandani dia.
Ah, sekarang dia agak merah.

Bulunya tipis,
Aku rajutkan baju hangat untuk dia,
takut dia dingin.
Dia katupkan paruhnya,
tanda tidak suka.

Ada duri di kakinya.
Aku coba keluarkan,
takut dia sakit.
Dia mematukku.

Karena sayang ku ingin ubah burung kecil abu abu
jadi burung merak yang cantik.
Aku pikir kalau cantik dia bahagia.
Karena peduli aku cabut duri di kakinya.
Aku pikir kalau sehat dia bahagia.

Tapi tidak.
Dia bahagia dengan bulu tipis abu abunya,
juga biasa dengan duri di kakinya.
Aneh,
Kenapa malah aku yang sakit?
Aku sadar,
Rasa peduli, sayang dan memiliki ini meracuniku.

Semakin aku genggam erat,
semakin kencang ia kepakkan sayapnya,
semakin ingin ia terbang.

Sudah saatnya aku lepas dia,
biar dia terbang tinggi.
Karena dia makluk langit,
bukan milikku,
bukan pula ciptaanku.

Dan aku pun tersenyum.
Si burung kecil,
ternyata lebih indah diatas sana,
terbang bebas dengan bulu abu abu tipis,
dan duri di kakinya.