Saya punya interes besar ke humanisme dan sejarah. Makanya saya suka pergi ke bekas kamp konsentrasi NAZI di Jerman sini, atau lokasi bersejarah lainnya, spt Waterloo, dsb. Ada teman saya disini, kandidat PHD ekonomi sekaligus pengamat politik kurang kerjaan yang agak freak karena suka juga sama yang aneh2 begini (:p) berkomentar, "Eksposur loe ke sejarah bener-bener mengagumkan. Keren, sungguh. Elo 1 dari 1000 orang muda yang begitu Wie" ---> tuh kan, terbukti dia itu freak, karena penggunaan kata2nya tidak lazim ('eksposur' misalnya) hehe..
Komentar dia membuat saya berpikir, betapa sayangnya bahwa generasi muda Indonesia tidak banyak terekspos (!) ke sejarah.. Tidak cuma sejarah, minat membaca dan apresiasi seni misalnya minat mengunjungi museum juga tampaknya kurang. Tiap kali saya mengunjungi museum atau kamp konsentrasi, pengunjung asia yang biasa saya temui adalah mereka yang berkewarganegaraan Jepang atau Taiwan.
Apakah ini ada hubungannya dengan kondisi ekonomi yang lebih baik dan memacu mereka untuk lebih menghargai seni dan sejarah? toh tidak ada lagi kekuatiran "besok makan apa?", jadi mereka bisa berkonsentrasi ke hal-hal yang lebih tidak esensial? Intinya sih kurang kerjaan.. Hm, mungkin karena ini juga tingkat depresi di negara2 maju lebih tinggi daripada negara berkembang?
Sungguh disayangkan bahwa minat membaca dan apresiasi terhadap seni dan sejarah ini tidak pernah disosialisasikan di sekolah Indonesia. Kunjungan ke museum yang diorganisir sekolah? tiga tahun sekali saja sudah bagus.. Waktu saya di museum Louvre, saya melihat banyak grup anak-anak sekolah Perancis dengan bimbingan guru seni yang menjelaskan satu persatu latar belakang karya seni disana. Bahkan saya melihat grup anak-anak sekolah dari Jepang.. Di kamp konsentrasi Dachau, saya juga melihat banyak rombongan anak sekolah Jerman yang dipimpin oleh seorang pemandu yang menjelaskan dengan detail sejarah bangkitnya NSDAP (Nazi) sampai pembantaian massal yang terjadi disana. Pesan yang paling penting untuk anak-anak ini adalah ini sejarah kelam bangsa kita dan ini tidak boleh terjadi lagi. Indah bukan?
Saya beruntung lahir di keluarga yang cukup mapan dan punya minat membaca tinggi. Saat saya masih kecil dan belum bisa membaca, mama sering mendongeng untuk saya. Setelah saya bisa membaca, supply buku saya tidak pernah habis. Dari majalah Bobo, petualangan Enid Blyton, ensiklopedia anak-anak 'Mengapa begini mengapa begitu', dongeng Andersen, dsb. Orang tua saya tidak pernah bilang tidak bila saya minta dibelikan buku baru (sayang mereka sering bilang tidak kalau saya minta uang jajan tambahan atau mainan baru). Setelah agak besar, saya mulai baca buku koleksi mama, misalnya karangan Alexandre Dumas, the Perfumenya Dreyfuss, dsb. Buku koleksi papa? tidak pernah saya sentuh waktu itu..The Art of Happiness Dalai Lama, Strategi Perang siapa lah itu (Sun Tzu?), biografi2, dsb. Ah, membosankan dan tidak imajinatif. Mama juga sering membawa saya nonton film2 seperti Children of Heaven, Life is Beautiful, ... Mungkin dari situ saya berkenalan dengan tema humanisme dalam sejarah..
Saya jadi ingat, teman saya yang freak ini bilang alasan mengapa dia menyukai tema-tema aneh ini mungkin karena dia terlibat di organisasi mahasiswa waktu dia muda (!), dan mungkin juga ada hubungannya dengan fakta bahwa dia seorang Kristen di lingkungan mayoritas muslim. Sebagai kaum minoritas dia lebih sensitif.. Saya jawab,"Lah, apalagi gue.. kristen, cina lagi." :p Minoritas ganda. Mungkin pendapat dia benar, sebagai minoritas kita lebih struggle (apa sih kata Indonesianya?) dengan pertanyaan2 tentang eksistensi kita sebagai manusia, dan mungkin bisa lebih relate (?) dengan tema humanisme.
Ah, tapi saya juga punya banyak teman yang cina dan kristen, tapi mereka tenang-tenang saja koq, tidak punya minat juga ke yang aneh2 begini. Tampaknya ini berhubungan dengan karakter manusia, ada yang restless (tolong diterjemahkan?) dan banyak bertanya, ada juga yang cuek. Kadang saya iri terhadap orang-orang yang bisa cuek saja, mereka mungkin tidak banyak pikiran dan santai. Saya? mungkin botak atau mulai punya kerutan pada usia awal 30 --> yes!untung ada botox!
Dan teman saya ini bilang, fakta bahwa saya berjenis kelamin perempuan juga membingungkan karena lebih umum bahwa laki-laki yang lebih punya interes ke hal-hal seperti itu. Kalaupun perempuan, biasanya mereka spesialis, dalam arti profesi mereka memungkinkan mereka untuk bergelut dalam bidang ini, penulis misalnya. Uh, seksis dia! hehe. Tapi dia benar, dengan berat hati saya akui itu.. Tidak banyak teman perempuan saya yang punya interes yang sama. Karena kapasitas otak kita lebih kecil? atau karena lebih banyak hal esensial lain yang menarik perhatian kita, make up dan mode misalnya? Hm, sekarang saya sudah tahu resolusi tahun baru saya : mau jadi schikimicki!! yaay!
Schickimicki: party girl yang menitikberatkan penampilan. --> eeh? sounds like me juga koq.. :p Berarti saya sudah dekat ke pencapaian resolusi ini.
*Dunia modern didasarkan dari sejarah. Kalau kita tidak mengetahuinya, maka kita tidak mengetahui fakta mendasar tentang siapa diri kita. Mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan, darimana kita berasal.. Kalau kita tidak tahu sejarah, maka kita tidak tahu apa-apa. Kita cuma sehelai daun yang tidak tahu bahwa diri kita merupakan bagian dari sebatang pohon. Dan alangkah indahnya jika kita semua bisa belajar dari sejarah, mungkin tidak ada perang, tidak ada kejahatan humanisme, singkatnya utopia.
iih.. susah loh ternyata nulis pake bahasa indonesia baku.. cape deeh.. mesti balik ke SMP lagi nih kayaknya..
December 15, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
beraaattttt... gw mau ngeles basa indo ama lo wie
Post a Comment